Kamis, 04 April 2013

Konsep Psikologi tentang Manusia Kaitannya dengan Dakwah


Konsep psikologi tentang manusia kaitannya dengan dakwah


Manusia dalam pandangan psikologi adalah makhluk yang memiliki dua dimensi yang menyatu, yakni jiwa dan raga (psiko-psikis). Jiwa itu abstrak beradaa dalam raga, selama ia berada dan menyatu dengan raga menjadi satu kesatuan yang disebut individu, maka selama itu pula disebut manusia.
Objek kajian psikologi adalah prilaku yang merupakan manifestasi jiwa itu sendiri. Begitupula dengan psikologi dakwah ynag mempunyai tugas memaparkan prilaku da’i dan mad’u. Jadi antara psikologi umum dan psikologi dakwah memiliki objek kajian yang sama yaitu prilaku manusia.
Ada lima prespektif yang dapat digunakan untuk melihat prilaku diantaranya: pertama, Perspektif Neurobiologis yang mengatakan bahwa “pengkondisian” melibatkan perubahan hubungan di antara neuron-neuron atau sel sarafnya. Maksudnya bahwa biologi mengkontribusikan motif dan emosi manusia, sehingga adanya hubungan yang erat antara kegiatan otak dengan prilaku dan pengalaman individu. Jadi aktivitas otak dan sistem saraf mempengaruhi perilaku manusia. Kedua, Perspektif Behavioral yang menyatakan bahwa perilaku harus menjadi satu-satunya masalah utama dalam psikologis. Salah satu teorinya adalah psikologi stimulus-respon (S-R). Teori tersebut mengatakan bahwa manusia mempelajari stimulus (rangsangan) yang nyata di lingkungan sehingga adanya respon dari stimulus tersebut berupa perilaku yang terefleksikan dalam kehidupan. Ketiga, Perspektif kognitif yang menyatakan bahwa manusia tidak hanya merupakan reseptor yang pasif terhadap stimulus. Prilaku manusia itu dalam teori ini sangat kompleks, banyak bidang penting dari fungsi manusia seperti Persepsi, proses belajar, kemampuan memori, atensi, kemampuan bahasa dan emosi. Keempat, Perspektif Psikoanlalitik yang menyatakan bahwa sebagian besar prilaku manusia berasal dari proses bawah sadar. Manusia memiliki Id (ilham fujur), ego (ilham takwa) dan superego (sebagai pengendali keduanya yang akan terefleksikan dalam prilaku). Kelima, Perspektif Humanistik yang menyatakan bahwa individu bebas memilih dan menentukan prilakunya namun ia bertanggung jawab atas perilaku itu.
Dalam psikologi dakwah kelima perspektif tersebut sangat penting sekali, karena akan membantu da’i sebagai pelaku dakwah dalam menentukan metode mana yang akan dipakai ketika melakukan kegiatan dakwah yang sesuai dengan perspektifnya dalam memandang prilaku. Kelima perspektif tersebut juga dapat digunakan untuk menganalisis perlikau da’i maupun mad’u, misalnya saja perspektif neurobiologis dan perspektif behavoiral. Dari kedua perspektif tersebut dapat digunakan dalam proses dakwah dengan cara membuat stimului yang relevan dengan respon yang diharapkan selaras dengan tujuan dakwah. Maksudnya seorang da’i harus memahami keadaan lingkungan sekitar untuk memberikan stimului atau rangsangan kepada mad’u agar mendapatkan respon dari mad’u dalam melaksanakan kegiatan dakwah. Dan ketiga perspektif lainnya dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk memilih metode mana yang tepat untuk berdakwah kepada mad’u dengan prinsip menghargai mereka, memberikan pilihan prilaku, dan mengarahkan bahwa sadar mereka pada nilai-nilai yang sesuai dengan nilai ajaran agama.

Perbedaan Psikologi Barat dengan Psikologi Islam

1. Jika Psikologi Barat merupakan produk pemikiran dan penelitian empirik, Psikologi Islam , sumber utamanya adalah wahyu Kitab Suci Al Qur’an, yakni apa kata kitab suci tentang jiwa, dengan asumsi bahwa Allah SWT sebagai pencipta manusia yang paling mengetahui anatomi kejiwaan manusia. Selanjutnya penelitian empiric membantu menafsirkan kitab suci.
2. Jika tujuan Psikologi Barat hanya tiga; menguraikan, meramalkan dan mengendalikan tingkah laku, maka Psikologi Islam menambah dua poin; yaitu membangun perilaku yang baik dan mendorong orang hingga merasa dekat dengan Allah SWT.
 3. Jika konseling dalam Psikologi Barat hanya di sekitar masalah sehat dan tidak sehat secara psikologis, konseling Psikologi Islam menembus hingga bagaimana orang merasa hidupnya bermakna, benar dan merasa dekat dengan Allah SWT.
4. objek kajian psikologi islam adalah ruh yang memiliki dimensi illahiah (teosentris), sedangkan objek kajian psikologi kontemporer Barat berdimensi insaniah (antroposentris).

Behavior (tingkah laku) dan Konformitas terhadap Norma Kelompok



(Sebuah studi kasus pada mahasiswa-mahasiswi BKI)


      A.    Pendahuluan
Masyarakat atau suatu kelompok merupakan kumpulan individu-individu yang membentuk sebuah sistem tertentu untuk berinteraksi satu sama lain. Setiap individu pasti memiliki pendapat, kepentingan, dan keinginan yang berbeda. Oleh karna itu agar masyarakat atau suatu kelompok tersebut dapat berjalan dengan teratur maka diperlukannya suatu sistem aturan yang biasa kita sebut sebagai norma.
Norma dalam suatu kelompok biasanya mengatur sikap dan prilaku atau perbuatan anggota kelompok tersebut. Sikap dan tanggapan anggota kelompok terhadap norma kelompok dapat bermacam-macam. Ada anggota yang tunduk (konform) pada norma kelompok dengan terpaksa karena ia termasuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada juga yang tunduk (konform) pada norma kelompok dengan penuh pengertian dan penuh kesadaran, sehingga norma kelompok dijadikan normanya sendiri.
Sebagai contoh kasus mengenai aturan-aturan yang diberlakukan dikelas, baik aturan dari dosen maupun dari kosma atas kesepakatan bersama. Ada sebagian dari mahasiswa yang tunduk atau menataati aturan tersebut karena terpaksa tapi ada juga yang karena kesadaran dan pengertiannya mentaati norma dalam kelompok tersebut. Sebagai contoh ketika dosen mata kuliah tertentu memberikan aturan terhadap prilaku berpakaian mahasiswi agaar berpenampilan rapih dan tidak memakai celana jeans ketat. Adanya aturan tersebut menyebabkan para mahasiswi memakai rok ketika berada di dalam kelas. Mahasiswi yang terpaksa mentaati aturan biasanya ketika keluar dari kelas langsung membuka rok-nya dan memakai celana jeans lagi, sedangkan mahasiswi yang mentaati karena kesadaran dan pengertiannya tetap memakai rok walaupun di luar kelas. Aturan yang sudah terbentuk tersebut susah untuk diubah pada waktu itu karena sudah disepakati bersama. Akan tetapi masih ada juga mahasiswi ataupun mahasiswa yang tidak mematuhi aturan walaupun aturan tersebut telah di buat. Dari hal tersebut maka dapat dilihat konsep diri mereka yang konfrom terhadap aturan ataupun yang tidak mematuhi aturan secara psikologis.

     B.     Landasan teori
Norma adalah kesepakatan bersama. Karenanya sifat norma adalah subjektif dan dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan kesepakatan itu sendiri sehingga diperlukan penyesuaian diri dari individu kepada norma yang berlaku di setiap kelompok (masyarakat) yang akan ditemui atau yang akan masuk pada anggota masyarakat tersebut. Dalam menyesuaikan diri individu dapat melakukan konformitas (mematuhi karena ada tekanan dari kelompok), compliance (Konfirmasi yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun hatinya tidak setuju), acceptance (konformitas yang disertai prilaku dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan sosial). Sejalan dengan pendapat M. Sherif (1937) yang menyatakan bahwa “norma itu relatif dan subjektif”. Buktinya ketika beberapa orang di tempatkan di ruang gelap gulita dan hanya ada satu titik lampu yang menyala sejauh 5 meter, dan ketika itu titik lampu di matikan maka persepsi orang mengenai jarak bergerak titik lampu itu bisa dikatakan sama karena adanya kesepakatan. Maka dapat disimpulkan bahwa kelompok cenderung menyepakati sesuatu dan cenderung bertahan pada kesepakatan itu walaupun kesepakatan itu tidak benar sama sekali.
Konformitas merupakan prilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh kegiatan sendiri. Dasar utama dari konformitas adalah ketika individu melakukan aktivitas dimana terdapat tendensi yang kuat untuk melakukan sesuatu yang sama dengan yang lainnya, walaupun tindakan tersebut merupakan cara-cara yang menyimpang. Individu yang mempunyai tingkat konformitas tinggi akan lebih banyak tergantung pada aturan dan norma yang berlaku dalam kelompoknya, sehingga individu cenderung mengatribusikan setiap aktivitasnya sebagai usaha kelompok, bukan usahanya sendiri (Monks dkk, 2004, h.283). Menurut Deutsch & Gerrad (1955) ada dua penyebab mengapa orang berprilaku konform: 1) Pengaruh norma, yaitu disebabkan oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain sehingga dapat lebih diterima oleh orang lain; 2) Pengaruh informasi, yaitu karena adanya bukti-bukti dan informasi-informasi mengenai realitas yang diberikan oleh orang lain yang dapat diterimanya atau tidak dapat dielakan lagi.
Tidak semua orang mempunyai tingkat konformitas yang sama. Wanita biasanya lebih mudah konform daripada pria, penyebabnya dimungkinkan karena: 1) kepribadian wanita lebih flexibel; 2) status wanita lebih terbatas sehingga mereka tidak mempunyai banyak pilihan, kecuali menyesuaikan diri pada situasi. Tipe kepribadian ada pengaruhnya pada prilaku konform karena tipe kepribadian menentukan bagaimana pola reaksi atau prilaku seseorang dalam menghadapi jenis-jenis situasi tertentu.
Ada dua faktor yang menyebabkan individu tidak mau konform/patuh atau menolak tekanan sosial: 1) Jika ia merasa kebebasan atau hak-hak pribadinya terancam. Dalam keadaan ini ia akan melakukan perlawanan. Semakin besar tekanan sosial semakin kuat perlawanannya; 2) Setiap orang ingin tampil unik.
Dalam psikoanalisa, norma dapat mempengaruhi kepribadian atau behaviour (tingkah laku) seseorang. Ada dua macam reaksi terhadap pelanggaran norma, yaitu (1) rasa malu (shame) dan (2) rasa bersalah (guilt). Ciri-ciri orang yang malu jika melanggar norma adalah: 1) lebih cepat marah, tersinggung, curiga; 2) cenderung menyalahkan orang lain; 3) menyatakan kebencian secara tidak langsung; 4) lebih memperhatikan diri sendiri daripada orang lain. Dipihak lain, ciri-ciri orang dengan reaksi rasa bersalah jika melanggar norma adalah: 1) menyalahkan diri sendiri; 2) marah pada diri sendiri; 3) benci pada diri sendiri; 4) lebih berempati kepada orang lain dan kurang mementingkan diri sendiri.


      C.    Hasil analisis
Dari contoh kasus diatas maka dapat di analisis mengenai prilaku individu akan konformitasnya dalam norma kelompok. Sungguh jelas bahwa norma itu terbentuk dari kesepakatan dan sifatnya relatif. Maksud relatif disana yaitu dapat disesuaikan dengan kondisi kelompok tersebut. Dari kasus tersebut, aturan untuk berpakaian rapih dari dosen sudah disepakati oleh bersama sehingga semua mahasiswi ataupun mahasiswa harus mentaati aturan tersebut jika ingin tetap berada dalam kelompok dan diakui oleh keloompok tersebut. Akan tetapi aturan ini bisa tidak tetap sifatnya. Karena jika dosen tersebut tidak mengajar lagi di kelas maka bisa saja para mahasiswa kembali bebas tidak terkekang oleh aturan tersebut. Dalam kondisi seperti itu, dapat dikatakan bahwa motivasi untuk menuruti aturan kelompok cukup tinggi pada individu, karena menganggap aturan kelompok adalah yang paling benar serta ditandai dengan berbagai usaha yang dilakukan remaja agar diterima dan diakui keberadaannya dalam kelompok.
Dilihat dari prilaku penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswi, individu yang mentaati aturan karena terpaksa bearti individu tersebut melakukan penyesuaian diri dengan compliance, mereka tetap memakai rok di hadapan umum walaupun sebenarnya dalam hati mereka tidak mau dan tidak nyaman. Sedangkan individu yang mentaati aturan karena kesadaran diri dan pengertiannya bearti individu tersebut melakukan penyesuaian diri dengan acceptance, menerima aturan sehingga prilaku mereka sesuai dengan tatanan sosial. Penyesuaian diri tersebut penting bagi individu karena Penyesuaian diri merupakan suatu proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkingannya atau proses bagaimana individu  mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungannya yang dalam prosesnya yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses serta menghasilkan hbungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup (Ali, M. & Asrori, M. 2005).
Menurut Deutsch & Gerrad (1955) ada dua penyebab mengapa mahasiswi ataupun mahasiswa berprilaku konform (mematuhi aturan baik terpaksa atupun tidak). Pertama, Pengaruh norma, yaitu disebabkan oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain sehingga dapat lebih diterima oleh orang lain. Kedua, Pengaruh informasi, yaitu karena adanya bukti-bukti dan informasi-informasi mengenai realitas yang diberikan oleh orang lain yang dapat diterimanya atau tidak dapat dielakan lagi. Dilihat dari prilaku mahasiswi atupun mahasiswa ternyata tingkat konformitas seseorang tidak sama, mahasiswi lebih cenderung konform daripada mahasiswa, karena masih ada juga mahasiswa yang tidak berpakaian rapi misalnya dengan memakai kaos oblong ketika di kelas. Itu mungkin saja dikarenakan karena wanita lebih flexsibel dan tipe kepribadian mereka berbeda. Dan ketidak patuhannya terhadap aturan juga bisa dikarenakan mereka merasa kebebasan atau hak-hak pribadinya terancam. Dalam keadaan ini ia akan melakukan perlawanan. Semakin besar tekanan sosial semakin kuat perlawanannya. Selain itu, setiap orang ingin tampil unik sehingga mereka ingin menampakan apa yang ada dalam dirinya walaupun itu tidak sesuai dengan norma kelompok tersebut.
Mereka (para mahasiswa) yang tidak mematuhi aturan cenderung menyalahkan orang lain ataupun keadaan, menyatakan kebencian secara tidak langsung terhadap dosen yang membuat aturan dan lebih memperhatikan diri sendiri daripada orang lain. Reaksi tersebut dikarenakan rasa malu (shame) karena telah melanggar norma. Prilaku individu yang cenderung menyalahkan orang lain ataupun keadaan dalam psikologi disebut sebagai proyeksi, yaitu mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Lebih singkatnya menyalahkan orang lain untuk menutupi kesalahannya.

      D.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan positif antara tingkah laku dengan konformitas dalam norma kelompok. Jika norma kelompok itu positif maka akan mempengaruhi prilaku individu menuju arah yang positif juga, akan tetappi kebalikannya jika norma dalam kelompok itu bersifat negatif maka akan mempengaruhi prilaku individu yang menyimpang dan tidak sesuai dengan tatanan sosial.
Prilaku konformitas individu itu tidak sama tingkatannya karena dipengaruhi oleh faktor emosional dan tipe kepribadian individu tersebut. tipe kepribadian menentukan bagaimana pola reaksi atau prilaku seseorang dalam menghadapi jenis-jenis situasi tertentu.

     E.     Referensi
Ali, M. & Asrori, M. Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi. 2005
Gerald Corey. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT Refika Aditama. 2010







Jumat, 14 Desember 2012

Self Awarennes (kesadaran Diri Kaitannya dengan Mobility)


Self Awarennes
(kesadaran Diri Kaitannya dengan Mobility)


“Keberadaan manusia di dunia bukan sekedar ada dan berada, tetapi lebih penting lagi, ia dapat mengada.” Kira-kira seperti itulah kutipan dari sebuah buku yang pernah saya baca. Maksud dari pernyataan ini bahwa manusia itu memiliki peran penting baik sebagai objek ataupun subjek dalam sejarah kehidupan ini, bahkan manusia dapat mengada atau mengubah sesuatu yang telah ada. Mengapa demikian? Itu karena akal dan potensi yang dimilikinyalah manusia mampu menjadi seperti itu dan menduduki derajat tertinggi dibanding makhluk lainnya.
Akan tetapi, banyak manusia di dunia ini yang tidak ataupun belum sadar akan potensi yang diberikan Allah kepadanya sebagai anugerah sehingga mereka tidak menggunakan dan memanfaatkan potensi itu secara maksimal. Inilah yang menyebabkan manusia merasa kurang baik dalam hidupnya, merasa hidup yang dijalaninya kurang bermakna serta belum tercapainya kebahagiaan dalam hidup mereka. Oleh karena itu penting sekali bagi manusia untuk sadar akan potensi yang dimilikinya bahkan manusia harus menyadari semua yang ada dan terkait dengan dirinya sendiri.
Sadar dan menyadari, inilah kunci dari pembahasan yang akan lebih disoroti dalam penulisan artikel ini. Kesadaran itulah yang hanya dimiliki oleh manusia dan tidak ada pada ciptaan Tuhan yang lain. Kesadaran juga merupakan salah satu kunci dalam menjalani kehidupan. Dengan kesadaran yang dimiliki, manusia dapat menempatkan diri sesuai fungsinya baik sebagai objek/subjek yang sehat, sebagai masyarakat yang baik dan tertib juga sebagai manusia yang dapat menerima kenyataan atau realitas kehidupan sehingga menjadi individu yang bertanggung jawab.
Begitu pentingnya kesadaran yang harus dimiliki manusia, sehingga pembahasan mengenai kesadaran diri (self awarennes) yang dikaitkan/dihubngkan dengan gambaran manusia yang memiliki mobility (kapasitas untuk bergerak) ini cukup menarik. Penulisan ini merupakan hasil dari pengamatan empiris / pengalaman saudara saya sendiri.
Adapun fakta empiris yang telah dialami saudara saya kira-kira seperti ini:
Sebut saja TS, dia merupakan mahasiswi di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di bandung yang menggeluti jurusan psikologi. Sebenarnya dia merupakan anak yang ceria, pandai bergaul dan pintar serta berprestasi, terbukti dari prestasi akademik yang di perolehnya. Waktu masih Sekolah Dasar (SD) dia selalu menjadi juara kelas dan lulus sebagai juara umum pertama, di tingkat Sekolah menengah Pertama (SMP) dia juga masuk kedalam kelas unggulan dan senantiasa masuk peringkat 5 besar dikelasnya serta lulus sebagai juara umum ketiga. Di tingkat selanjutnya yaitu SMA, dia juga slalu masuk peringkat tiga besar di kelasnya. Sampai pada awal waktu kelas tiga SMA, prestasinya mulai menurun, dia telah mengenal yang namanya pacaran atau menjalin hubungan dengan lawan jenis pada waktu itu. Dia bilang sering bermasalah dengan pasangannya ketika waktu Ujian Nasional semakin dekat, sehingga dia lulus dengan nilai yang tidak begitu memuaskan baginya. Disinilah titik awal perubahan sikap TS yang mulanya ceria dan pandai berinteraksi dengan lingkungannya menjadi seseorang yang lebih pendiam, murung dan pasif.
Perubahan sikap TS semakin terlihat ketika dia kecewa dengan dirinya sendiri karena tidak dapat masuk di Perguruan Tinggi Negeri yang dia inginkan selama ini. Keinginannya masuk di jurusan sains yaitu matematika dan kimia juga tidak terpenuhi sehingga dia terpaksa masuk dan menjalani jurusan yang dia ambil sekarang. Dia sering kali cemas, sedih, rendah diri dan seperti hilangnya kepercayaan kepada dirinya sendiri serta sering emosional karena dia merasa tidak bisa dan menutup diri dengan kenyataan hidup yang dia hadapi. Dia beranggapan potensinya adalah di bidang perhitunngan (matematika), terbukti dengan nilai-nilai yang diperolehnya selalu baik dibanding mata pelajaran yang lain dan dia juga pernah mengikuti perlombaan ataupun olimpiade matematika waktu SMP dan SMA. Selain itu dia juga sering menyalahkan diri sendiri karena telah memutuskan untuk berpacaran juga selalu menyalahkan mantan kekasihnya itu, “karena dialah aku sekarang seperti ini”, itulah kira-kira yang TS selalu katakan di sela-sela penyesalannya.
Sekarangpun dia masih kelihatan kurang percaya diri dan lebih banyak diam, motivasi belajarnya rendah padahal prestasinya tidak begitu buruk, IPK nya masih diatas 3 koma.
Sekilas dari fakta empiris tersebut maka bisa kita kajia secara teoritik atau menganalisis pengalaman TS yang menyebabkan perubahan sifat dan prilakunya. Akan tetapi, sebelum kita menganalisis fakta empiris diatas maka perlu diketahui terlebih dahulu mengenani apa itu kesadaran diri?. Secara harfiah, kesadaran sama artinya dengan mawas diri (awareness). Kesadaran juga bisa diartikan sebagai kondisi dimana seorang individu memiliki kendali penuh terhadap stimulus internal maupun stimulus eksternal. Namun, kesadaran juga mencakup dalam persepsi dan pemikiran yang secara samar-samar disadari oleh individu sehingga perhatiannya terpusat.
Menurut Koentjaraningrat, kesadaran adalah hal yang dirasakan, atau dialami oleh individu. Keseluruhan perasaan dan pengetahuan seorang individu beserta proses-proses yang terjadidalam pemikiran dalam jiwa seseorang individu yang berhubungan dengan hal itu, proses-proses terhenti makna waktu tidur, pingsan atau koma.
Proses kesadaran ini mencakup beberapa peristiwa kejiwaan yaitu perasaan, pengalaman dan proses berpikir yang berhubungan dengan sesuatu hal tertentu dan akan terus berlangsung selama manusia itu hidup. Kesadaran diri (Self Awareness) adalah perhatian yang berlangsung ketika seseorang mencoba memahami keadaan internal dirinya. Prosesnya berupa semacam refleksi dimana seseorang secara sadar memikirkan hal-hal yang ia alami berikut emosi-emosi mengenai pengalaman tersebut. Dengan kata lain, Self Awareness juga merupakan keadaan ketika kita membuat diri sendiri sadar tentang emosi yang sedang kita alami dan juga pikiran-pikiran kita mengenai emosi tersebut.
Jadi Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimna cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Manusia dengan dikaruniai akal budi merupakan makhluk hidup yang sadar akan dirinya. Kesadaran yang dimiliki manusia yaitu kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya. Manusia memiliki kesadaran akan dirinya sebagai identitas yang sehat dan terpisah serta memiliki kesadaran akan kehidupan yang baik/bermakna, serta akan kenyataan/realitas kehidupan akhirat.
Dari fakta empiris diatas, dapat disimpulkan sementara bahwa individu tersebut belum sepenuhnya sadar akan perasaan, prilaku dan proses berpikirnya. TS belum bisa dikatakan sebagai manusia yang sehat, karena manusia dikatakan sehat jika aspek bio-psiko-sosial-spiritualnya juga baik. Mungkin secara fisik dia tidak terlihat seperti orang yang sakit tapi secara kejiwaan ataupun mental dia mengalami gangguan kesehatan mental/jiwa. Menurut Drs. H. Isep Zainal A., M.Ag. dalam bukunya Bimbingan Penyuluhan Islam, gangguan kesehatan jiwa adalah gangguan yang menyebabkan kepribadian seseorang terganggu sehingga tidak sanggup atau mengalami berbagai kegagalan dalam menjalankan tugas kehidupannya sehari-hari[1]. Definisi lain mengenai kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa (kognitif, afektif dan konatif), serta memiliki kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi dan merasakan secara positif akan kebahagiaan kemampuan dirinya. Dan bertujuan mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi bakat dan bawaan yang ada semaksimal mungkin sehingga membawa pada kebahagiaan hidup. Jadi TS tidak sehat mentalnya dikarenakan dia belum mampu menyadari dan mnegaktualkan segenap potensi yang dimilikinya.
Seringkalinya TS merasa cemas, sedih, rendah diri dan seperti hilangnya kepercayaan kepada dirinya sendiri serta sering emosional (pemarah) merupakan pengaruh gangguan kesehatan mental terhadap perasaannya. Adapun mengenai prestasi belajarnya yang menurun itu juga dapat dikarenakan pengaruh dari gangguan kesehatan mental terhadap pikiran/kecerdasannya. Seseorang yang terganggua kesehatan mentalnya tidak dapat mengkonsentrasikan pikiran tentang suau hal yang penting, kemampuan berpikirnya menurun sehingga seseorang merasa seolah-olah tidak cerdas, pikirannya tidak dipergunakan. Prilaku pendiam, murung dan pasifnya juga merupakan dampak dari kesehatan mentalnya yang terganggu.
Terganggunya kesehatan mental tersebut menjadikan TS belum dapat memahami mengenai hakikat kehidupan yang baik dan bermakna serta menyebabkan TS belum mendapatkan ketenangan dan kebahagian hidup. Karena menurut Zakiah Drazat yang menentukan ketenangan dan kebahagiaan hidup adalah kesehatan mental. orang yang sehat mentalnya tidak akan lekas putus asa, pesimis atau apatis karena ia dapat menghadapi semua rintangan atau kegagalan dalam hidup dengan tenang dan wajar serta menerima kegagalan sebagai pelajaran yang akan membawa kesuksesan nantinya.
Jika dilihat dari segi hambatannya, TS mengalami peristiwa atrofi yaitu dimana dia merasa merana disebabkan suatu perubahan penurunan prestasinya. Karena ketidak siapannya menghadapi peristiwa atrofi itu menyebabkan TS terganggu kesehatan mental/jiwanya.
Sikap selalu menyalahkan orang lain (mantan kekasihnya) atas semua yang terjadi pada diri TS sekarang ini merupakan salah satu bentuk escape mecanism yaitu sikap mencari pelarian diri. Dalam pendekatan psikoanalisis peristiwa ini merupakan bentuk lain dari reaksi emosional individu terhadap kegagalan dan ketegangan yang disebut dengan proyeksi. Dimana jika terjadi kecemasan yang ditimbulkan Id dan super ego maka ego berusaha melemparkan sebab kecemasan kepada objek diluar diri agar ketegangan menjadi reda[2].
Belajar di tengah-tengah keadaan yang tidak ia sukai dan menurutnya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya akan tetapi bisa meraih IPK yang lebih dari 3 koma, bisa diumpamakan seperti cerita populer mengenai seekor elang yang lahir di komunitas ayam. Karena lahir dan tumbuh di lingkungan itu, sang elang merasa yakin bahwa dia seekor ayam yang tidak ada bedanya dengan anak-anak ayam. Ia berkokok dan berjalan layaknya seekor ayam. Tak pernah ia mengepakkan sayapnya. Takala suatu hari dia melihat elang terbang tinggi dengan gagahnya, ia hanya bisa ternganga dan berdecak kagum sambil melamun seandainya ia bisa terbang tinggi seperti elang itu.
Cerita ini hanyalah simbol dari suatu ketidaksadaran diri, sehingga seseorang tidak dapat berprestasi sesuai dengan pontensi yang dimilikinya. Oleh karena itu kesadaran diri atau (self-awareness) di yakini merupan satu dari sekian kunci keberhasilan hidup.
Begitu pentingnya kesadaran diri (self-awareness) maka diperlukanlah perubahan-perubahan bagi individu menuju hal yang lebih baik lagi agar individu sadar akan dirinya, sadar akan fungsinya dan sadar akan posisinya dalam menjalani kehidupan. Individu yang memiliki keinginan untuk bergerak dan berubah merupakan salah satu gambaran manusia yang mobility. Dalam kamus psikologi J.P. Caplin mobility merupakan kapasitas atau kemauan untuk membuat perubahan cepat pada satu tempat huni seseorang, dengan implikasi bahwa dengan melakukan perpindahan, seseorang dapat memperbaiki atau meningkatkan posisinya[3]. Jadi mobilisasi disini merupakan keinginan atau kemauan individu untuk berubah dari kondisi yang tidak sadar akan dirinya kepada suatu kondisi tercapainya kesadaran individu sehingga dapat menjadi manusia yang sehat dan memiliki kehidupan yang baik dan bermakna.
Untuk melakukan mobilisasi dalam menumbuhkan kesadaran diri tersebut maka diperlukan beberapa tahapan, yaitu:
1.        Ready of challange
Yaitu siap untuk menghadapi tantangan. Maksudnya individu harus siap untuk menghadapi semua persoalan ataupun masalah yang sedang dan akan dihadapinya. Seperti pengalaman TS yang belum sadar akan dirinya dikarenakan belum siapnya dia menghadapi perubahan yang terjadi padanya.
2.      Front of challange
Yaitu menghadapi tantangan. Setelah siap dengan apapun yang akan terjadi selanjutnya hadapi masalah itu dengan baik dan tepat. jangan lari dari masalah karena itu akan menimbulkan masalah baru lagi.
3.      Management of challange
Yaitu pengelolaan taantangan. Maksudnya untuk mencapai kesadaran diri yang baik maka individu haruslah bisa mengelola tantangan ataupun masalah yang dialami dengan baik. dengan memulai menentukan visi ataupun misi dalam hidup. Konsep kesadaran diri ini harus juga melalui suatu analisa SWOT (strength, weakness, opportunity, threath atau kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman). Kalau sudah menggunakan konsep ini kemudian dilakukan action yang merupakan bagian fungsi dari manajemen planning, organizing, actuating, controlling atau perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol. Jadi kita dituntut untuk menyetir keadaan bukan disetiri oleh keadaan.
4.      Power full of self empowerment
Yaitu memberdayakan diri secara penuh. Setelah mengelola atau memanage masalah dan rencana tujuan yang akan dilakukan maka manfaatkan dan gunakanlah potensi-potensi diri yang dimiliki dengan totalitas yang penuh.
Jadi pada intinya untuk menumbuhkan kesadaran diri (self awarenness) pada diri setiap manusia maka dibutuhkan mobilisasi dari manusia itu sendiri. Yang harus dilakukan oleh TS yaitu move on (bergerak) dari pemikiran yang selalu merasa menyesal dan kecewa serta sikap pasif dan statisnya itu ke arah yang lebih positif lagi agar hidupnya dinamis dan tercapai kebahagiaan dalam hidupnya.


[1] Drs. H. Isep Zainal A., M.Ag., Bimbingan Penyuluhan Islam, (PT RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2009) hlm.16
[2] Prof. DR. Sofyan S. Willis, Konseling Individual, (Alfabeta, Bandung: 2011) hlm. 60
[3] J.P. Chaplin, penerjemah : Dr. Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, (PT Rajagrafindo Persada, Jakarta: 1981) hlm.307

Sabtu, 24 November 2012

Analisis SWOT (terhadap diri sendiri)


ANALISIS SWOT
(terhadap diri sendiri)
 v  Visi
Menjadi individu solutif yang diperhitungkan di dunia konseling / dakwah serta menjadi individu yang sehat secara ruhani dan jasmani sehingga tercapai kebahagiaan hidup.
 v  Misi
Melakukan hal yang baik untuk menjadi tauladan dengan lebih aktif, kreatif, dan inovatif dalam bertindak serta melaksanakan amanah dengan tanggung jawab dan totalitas yang penuh.
 v  Analisis SWOT
Ø  S          strenght (kelebihan)
·         Memiliki prestasi akademik yang cukup baik
·         Lebih unggul dalam segi logika
·         Pendengar setia curahan hati orang lain
·         Memiliki afeksi yang cukup baik (peka)
·         Bisa menyimpan rahasia (tidak comel)
·         Membangun hubungan baik dengan teman
·         Berpenampilan cukup ramah dan menarik . hehe
Ø  W         weakness (kekurangan)
·         Kurang percaya diri tampil di depan umum
·         Sedikit pendiam (statis)
·         Kurang cakap berbicara didepan orang banyak
·         Tidak mudah akrab dengan orang yang baru dikenal (butuh waktu untuk beradaptasi)
·         Kurang suka membaca
·         Kadang suka plin-plan
Ø  O         opportunity (peluang/kesempatan)
·         Adanya peraturan yang mewajibkan setiap sekolah maupun perguruan tinggi memiliki guru BK (bimbingan Konseling)
·         Ciri manusia hidup yaitu adanya masalah maka perlu adanya konselor solutif yang dapat membantu
·         Selama manusia masih hidup maka selama itu pula proses dakwah / konseling dibutuhkan
Ø  T          threat (tantangan)
·         Lulusan perguruan tinggi lain yang bonafit (lebih terkenal)
·         Meningkatnya persaingan diantara lulusan sarjana
·         Lebih banyak tenaga kerja yang berpengalaman
·         Kadang merebaknya KKN di segala bidang

Internal
Eksternal
S
W
O
Dengan mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan kekuatan (S) untuk memanfaatkan Peluang (O) yang ada.
Strategi dalam memanfaatkan peluang (O) untuk mengatasi kelemahan (W) yang ada
T
Strategi dalam memanfaatkan kekuatan (S) untuk menghindari ancaman (T).
Strategi dalam mengurangi kelemahan (W) dan menghindari ancaman (T).

Ø  Strategi SO
·         Mempertahankan prestasi sehingga lulus dengan nilai yang baik secara kuantitas dan seimbang dengan kualitas.
·         Memulai mencari pengalaman dengan mengajar.
·         Menggunakan logika berpikir yang baik untuk kreatif dalam memecahkan masalah dan dalam penyampaian pesan dakwah.
Ø  Strategi WO
·         Harus bisa lebih aktif dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
·         Lebih meningkatkan kepercayaan pada diri dengan meningkatkan kulitas yang dimiliki.
·         Lebih banyak membaca buku dan mencari informasi untuk menambah kosakata agar cakap berkomunikasi.
Ø  Strategi ST
·         Memperbaiki prestasi yang dimiliki dan lebih meningkatkan potensi.
·         Lebih banyak bersosialisasi untuk membangun koneksi.
·         Memperdalam kompetensi dengan terus belajar.
·         Sering melakukan praktek konseling sederhana (menjadi tempat curhat teman-teman).
·         Setelah lulus terlebih dahulu mengambil pendidikan profesi untuk membuka jasa konsultasi.
Ø  Strategi WT
·         Sering bersosialisasi untuk melatih percaya diri.
·         Biasakan berbicara dihadapan orang banyak.

Rabu, 14 November 2012

Mencabik-Cabik Hati Dengan Kedua Tangan Sendiri


Mencabik-Cabik Hati Dengan Kedua Tangan Sendiri

eiiits,, jangan anda bayangkan mencabik-cabik hati dengan menggunakan silet atau pisau secara real/nyata yah.. coz ini bukan cerita kanibal yang sadis seperti itu,, hhe.. maksud dari judul tersebut yaitu menyakiti hati sendiri. Di zaman yang kontemporer yang katanya berbasis teknologi canggih, serba modern, dan serba alay ini (hhe) banyak manusia khususnya remaja yang justru malah menggunakan teknologi tersebut dalam hal yang kurang bermanfaat. Misalnya saja menggunakan akun-akun di jaringan internasional network (internet) untuk ajang menumpahkan semua permasalahannya ataupun sebagai tempat untuk meng-GALAU kalo kata anak-anak zaman sekarang (termasuk saya sech,, hhe). Tapi yang menarik untuk dibahas yaitu tentang kegalauan remaja-remaja sekarang yang hampir 90% gara-gara perasaannya yang pastinya berhubungan dengan hati.
Berbicara mengenai hati pastilah semua manusia memiliki hati. Dalam Islam sendiri kata hati dinamai dengan Qalbu dan Fuadu. Disebut qalbu karena ia menunjukan pusat (jantung) sesuatu. Maksudnya hati dalam tubuh manusia adalah pusat kembalinya segala aktivitas tubuh. Selain itu karena hati manusia sifatnya berbolak-balik. Sedangkan dinamakan fuadu karena bermacam-macamnya pikiran, keyakinan dan perasaan yang tersimpam dalamnya. Sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat Al-Isra ayat 36 sebagai berikut:
Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ  
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
Sifat hati yang berbolak-balik dan karena didalam hati tersimpan berbagai perasaan itulah yang saya diagnosa menjadi penyebab kenapa para remaja sering meng-Galau di akun pribadinya. Sifat bolak-balik di sini maksudnya bahwa hati seseorang itu mudah berubah-ubah terutama dalam hal perasaan, kadang merasa senang, sedih, cemas dll. Contoh kasus seorang perempuan sebut saja Putri, dia telah menyimpan perasaan pada seseorang yang mungkin sama sekali tidak tahu dan tidak menghiraukannya karena Putri tidak pernah mau berbicara akan perasaannya pada pria itu. Selama tiga tahun putri memendam rasa itu dan hanya bisa diam untuk mengagumi dan mencintainya.
Tiga tahun bukanlah waktu yang pendek untuk putri jalani, karena selama itu putri bermain-main dengan perasaannya sendiri, dia merasa senang ketika pria itu bahagia akan tetapi dia juga sering merasa sedih dan selalu menangis ketika melihat pria itu dengan sesosok wanita yang tiada lain adalah pacarnya. Akan tetapi putri masih saja bertahan untuk mencintai pria itu dalam diamnya walaupun putri sudah jarang bahkan tidak pernah melihat pria itu dikarenakan setelah lulus mereka tidak satu sekolah lagi. Putri selalu menumpahkan semua perasaannya secara tersirat dalam status-status galau di akun pribadinya dengan harapan pria itu membacanya dan memberikan respon padanya. Tetapi itu hanya angan-angan putri saja karena faktanya tidak ada sedikit responpun dari pria itu untuknya. Padahal banyak yang ingin memasuki pintu hatinya dan berharap putri membuka pintu hatinya untuk salah satu dari mereka, tapi putri selalu menutup pintu itu dan hanya melihat pintu lain yang justru tertutup untuknya.
Sampe pada akhirnya Putri pun menyerah karena ternyata kegalauannya malah membawa efek negatif dalam hidupnya terutama menyebabkan perubahan prilaku dan kebiasaannya. Lama setelah itu, putri pun menemukan seseorang yang ternyata bisa membuka pintu hatinya kembali dan menjalin hubungan serius dengannya. Saat itu kegalauan putri pun berubah menjadi kebahagiaan baginya. Tapi kalian tahu apa? apaaa??? (lebay.. hhe) Ternyata ketika ada reunian pria yang dulu Putri sukai bilang kalau dia sebenarnya dulu juga sempat menyukai putri dan secara tidak langsung menyatakan perasaannya. Putri pun seketika galau mendengarnya tapi yah mu gimana lagi,, kalau kata Dygta dalam judul lagunya “Cinta Sudah Terlambat” hhe.. dan akhirnya putri tetap memilih untuk mempertahankan hubungannya dan menolak pria itu.
Cerita Putri tersebut adalah fakta dan benar adanya, mungkin sebagian orang di belahan dunia ini pernah memiliki cerita yang sama seperti putri termasuk kalian dan saya (hhe). Dari cerita putri tersebut juga tentunya banyak pelajaran yang dapat kita ambil diantaranya mengajarkan kita untuk tidak sering menggalau dengan perasaan yang kita alami, apa lagi di jejaring sosial yang sifatnya umum karena itu akan membawa dampak negatif bagi diri dan penilaian orang terhadap kita akan berubah. Terus-terus membicarakan, memikirkan kesusahan tanpa ada mobility (keinginan untuk move on) dan hanya statis dalam lingkaran kegalauan malah akan mempersulit dan menyakiti hati kita sendiri. Ayolah kawan jangan sampai kita MENCABIK-CABIK HATI KITA DENGAN KEDUA TANGAN KITA SENDIRI !!!. cobalah untuk berprasangka baik ketika kita merasa cinta kita bertepuk sebelah tangan atau malah hubungan yang kita jalani kandas di tengah jalan, mungkin Tuhan sengaja mau kita berjumpa dengan orang yang salah sebelum menemui insan yang benar agar bila kita akhirnya menemui insan yang benar, kita akan tahu bagaimana untuk bersyukur dengan nikmat pemberian dan hikmah di balik pemberian tersebut. Dan apabila salah satu pintu kebahagiaan tertutup, maka tenang dan bersabarlah karena pintu yang lain akan terbuka untuk kalian, tapi lazimnya kita akan berlama-lama memandang pintu yang telah tertutup itu hingga kita tidak menyadari pintu yang telah terbuka untuk kita.
Jangan sampai menyesal ketika semua pintu yang terbuka tertutup untuk kita karena kita terlalu lama memandang pintu yang tertutup itu, karena jika kita tidak pernah tahu apa yang kita telah punya baik itu kesempatan ataupun kebahagiaan maka itu semua akan hilang dan ketika kita menyadarinya semua itu telah terlambat untuk kita. Toh Memberi seseorang seluruh cinta kita bukanlah satu kepastian yang mereka akan menyintai kita kembali! Jangan harapkan cinta sebagai balasan. Mencintailah dengan tulus tanpa alasan apapun kecuali hanya satu yaitu bahagia bersama. Kebahagiaan seseorang manusia tidak semestinya harus memiliki segala yang terbaik. Mereka hanya membuat yang terbaik dalam hampir apa saja yang datang di dalam perjalanan hidup mereka. Kebahagiaan terletak kepada mereka yang menangis, mereka yang terluka, mereka yang telah mencari dan mereka yang telah mencoba. khawatir dan sedih berkepanjangan pun tidak akan ada manfaatnya untuk kita seperti nasehat dari 'Abdullah Al-Qarani yg mengatakan;
"Janganlah bersedih jika ada anak panah menghunjam hatimu yg dilepaskan oleh orang yang paling dekat denganmu.
karna kamu pasti akan menemukan orang lain yang akan mencabut panah itu dan mengobati lukamu serta akan menjadikanmu dapat hidup dan tersenyum kembali" ^_^