Self Awarennes
(kesadaran Diri Kaitannya dengan Mobility)
“Keberadaan
manusia di dunia bukan sekedar ada
dan berada, tetapi lebih penting
lagi, ia dapat mengada.” Kira-kira
seperti itulah kutipan dari sebuah buku yang pernah saya baca. Maksud dari
pernyataan ini bahwa manusia itu memiliki peran penting baik sebagai objek
ataupun subjek dalam sejarah kehidupan ini, bahkan manusia dapat mengada atau
mengubah sesuatu yang telah ada. Mengapa demikian? Itu karena akal dan potensi
yang dimilikinyalah manusia mampu menjadi seperti itu dan menduduki derajat
tertinggi dibanding makhluk lainnya.
Akan
tetapi, banyak manusia di dunia ini yang tidak ataupun belum sadar akan potensi
yang diberikan Allah kepadanya sebagai anugerah sehingga mereka tidak
menggunakan dan memanfaatkan potensi itu secara maksimal. Inilah yang
menyebabkan manusia merasa kurang baik dalam hidupnya, merasa hidup yang
dijalaninya kurang bermakna serta belum tercapainya kebahagiaan dalam hidup
mereka. Oleh karena itu penting sekali bagi manusia untuk sadar akan potensi
yang dimilikinya bahkan manusia harus menyadari semua yang ada dan terkait
dengan dirinya sendiri.
Sadar
dan menyadari, inilah kunci dari pembahasan yang akan lebih disoroti dalam
penulisan artikel ini. Kesadaran itulah yang hanya dimiliki oleh manusia dan
tidak ada pada ciptaan Tuhan yang lain. Kesadaran juga merupakan salah satu
kunci dalam menjalani kehidupan. Dengan kesadaran yang dimiliki, manusia dapat
menempatkan diri sesuai fungsinya baik sebagai objek/subjek yang sehat, sebagai
masyarakat yang baik dan tertib juga sebagai manusia yang dapat menerima kenyataan
atau realitas kehidupan sehingga menjadi individu yang bertanggung jawab.
Begitu
pentingnya kesadaran yang harus dimiliki manusia, sehingga pembahasan mengenai kesadaran
diri (self awarennes) yang
dikaitkan/dihubngkan dengan gambaran manusia yang memiliki mobility (kapasitas
untuk bergerak) ini cukup menarik. Penulisan ini merupakan hasil dari
pengamatan empiris / pengalaman saudara saya sendiri.
Adapun
fakta empiris yang telah dialami saudara saya kira-kira seperti ini:
Sebut
saja TS, dia merupakan mahasiswi di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di
bandung yang menggeluti jurusan psikologi. Sebenarnya dia merupakan anak yang ceria,
pandai bergaul dan pintar serta berprestasi, terbukti dari prestasi akademik
yang di perolehnya. Waktu masih Sekolah Dasar (SD) dia selalu menjadi juara
kelas dan lulus sebagai juara umum pertama, di tingkat Sekolah menengah Pertama
(SMP) dia juga masuk kedalam kelas unggulan dan senantiasa masuk peringkat 5
besar dikelasnya serta lulus sebagai juara umum ketiga. Di tingkat selanjutnya
yaitu SMA, dia juga slalu masuk peringkat tiga besar di kelasnya. Sampai pada
awal waktu kelas tiga SMA, prestasinya mulai menurun, dia telah mengenal yang
namanya pacaran atau menjalin hubungan dengan lawan jenis pada waktu itu. Dia
bilang sering bermasalah dengan pasangannya ketika waktu Ujian Nasional semakin
dekat, sehingga dia lulus dengan nilai yang tidak begitu memuaskan baginya. Disinilah
titik awal perubahan sikap TS yang mulanya ceria dan pandai berinteraksi dengan
lingkungannya menjadi seseorang yang lebih pendiam, murung dan pasif.
Perubahan
sikap TS semakin terlihat ketika dia kecewa dengan dirinya sendiri karena tidak
dapat masuk di Perguruan Tinggi Negeri yang dia inginkan selama ini.
Keinginannya masuk di jurusan sains yaitu matematika dan kimia juga tidak
terpenuhi sehingga dia terpaksa masuk dan menjalani jurusan yang dia ambil
sekarang. Dia sering kali cemas, sedih, rendah diri dan seperti hilangnya
kepercayaan kepada dirinya sendiri serta sering emosional karena dia merasa
tidak bisa dan menutup diri dengan kenyataan hidup yang dia hadapi. Dia
beranggapan potensinya adalah di bidang perhitunngan (matematika), terbukti
dengan nilai-nilai yang diperolehnya selalu baik dibanding mata pelajaran yang
lain dan dia juga pernah mengikuti perlombaan ataupun olimpiade matematika
waktu SMP dan SMA. Selain itu dia juga sering menyalahkan diri sendiri karena
telah memutuskan untuk berpacaran juga selalu menyalahkan mantan kekasihnya
itu, “karena dialah aku sekarang seperti ini”, itulah kira-kira yang TS selalu
katakan di sela-sela penyesalannya.
Sekarangpun
dia masih kelihatan kurang percaya diri dan lebih banyak diam, motivasi
belajarnya rendah padahal prestasinya tidak begitu buruk, IPK nya masih diatas
3 koma.
Sekilas
dari fakta empiris tersebut maka bisa kita kajia secara teoritik atau
menganalisis pengalaman TS yang menyebabkan perubahan sifat dan prilakunya.
Akan tetapi, sebelum kita menganalisis fakta empiris diatas maka perlu
diketahui terlebih dahulu mengenani apa itu kesadaran diri?. Secara
harfiah, kesadaran sama artinya dengan mawas diri (awareness). Kesadaran juga bisa diartikan sebagai kondisi dimana
seorang individu memiliki kendali penuh terhadap stimulus internal maupun stimulus
eksternal. Namun, kesadaran juga mencakup dalam persepsi dan pemikiran yang
secara samar-samar disadari oleh individu sehingga perhatiannya terpusat.
Menurut
Koentjaraningrat, kesadaran adalah hal yang dirasakan, atau dialami oleh
individu. Keseluruhan perasaan dan pengetahuan seorang individu beserta
proses-proses yang terjadidalam pemikiran dalam jiwa seseorang individu yang
berhubungan dengan hal itu, proses-proses terhenti makna waktu tidur, pingsan
atau koma.
Proses
kesadaran ini mencakup beberapa peristiwa kejiwaan yaitu perasaan, pengalaman
dan proses berpikir yang berhubungan dengan sesuatu hal tertentu dan akan terus
berlangsung selama manusia itu hidup. Kesadaran
diri (Self Awareness) adalah
perhatian yang berlangsung ketika seseorang mencoba memahami keadaan internal
dirinya. Prosesnya berupa semacam refleksi dimana seseorang secara sadar
memikirkan hal-hal yang ia alami berikut emosi-emosi mengenai pengalaman
tersebut. Dengan kata lain, Self
Awareness juga merupakan keadaan ketika kita membuat diri sendiri sadar
tentang emosi yang sedang kita alami dan juga pikiran-pikiran kita mengenai
emosi tersebut.
Jadi Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam
memahami realitas dan bagaimna cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas.
Manusia dengan dikaruniai akal budi merupakan makhluk hidup yang sadar akan
dirinya. Kesadaran yang dimiliki manusia yaitu kesadaran dalam diri, akan diri
sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya. Manusia memiliki kesadaran
akan dirinya sebagai identitas yang sehat dan terpisah serta memiliki kesadaran
akan kehidupan yang baik/bermakna, serta akan kenyataan/realitas kehidupan
akhirat.
Dari
fakta empiris diatas, dapat disimpulkan sementara bahwa individu tersebut belum
sepenuhnya sadar akan perasaan, prilaku dan proses berpikirnya. TS belum bisa
dikatakan sebagai manusia yang sehat, karena manusia dikatakan sehat jika aspek
bio-psiko-sosial-spiritualnya juga baik. Mungkin secara fisik dia tidak
terlihat seperti orang yang sakit tapi secara kejiwaan ataupun mental dia
mengalami gangguan kesehatan mental/jiwa. Menurut Drs. H. Isep Zainal A., M.Ag.
dalam bukunya Bimbingan Penyuluhan Islam, gangguan kesehatan jiwa adalah
gangguan yang menyebabkan kepribadian seseorang terganggu sehingga tidak
sanggup atau mengalami berbagai kegagalan dalam menjalankan tugas kehidupannya
sehari-hari. Definisi lain mengenai
kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara
fungsi-fungsi jiwa (kognitif, afektif dan konatif), serta memiliki kesanggupan
untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi dan merasakan secara
positif akan kebahagiaan kemampuan dirinya. Dan bertujuan mengembangkan dan
memanfaatkan segala potensi bakat dan bawaan yang ada semaksimal mungkin
sehingga membawa pada kebahagiaan hidup. Jadi TS tidak sehat mentalnya dikarenakan
dia belum mampu menyadari dan mnegaktualkan segenap potensi yang dimilikinya.
Seringkalinya
TS merasa cemas, sedih, rendah diri dan seperti hilangnya kepercayaan kepada
dirinya sendiri serta sering emosional (pemarah) merupakan pengaruh gangguan kesehatan
mental terhadap perasaannya. Adapun mengenai prestasi belajarnya yang menurun
itu juga dapat dikarenakan pengaruh dari gangguan kesehatan mental terhadap
pikiran/kecerdasannya. Seseorang yang terganggua kesehatan mentalnya tidak dapat
mengkonsentrasikan pikiran tentang suau hal yang penting, kemampuan berpikirnya
menurun sehingga seseorang merasa seolah-olah tidak cerdas, pikirannya tidak
dipergunakan. Prilaku pendiam, murung dan pasifnya juga merupakan dampak dari
kesehatan mentalnya yang terganggu.
Terganggunya
kesehatan mental tersebut menjadikan TS belum dapat memahami mengenai hakikat
kehidupan yang baik dan bermakna serta menyebabkan TS belum mendapatkan
ketenangan dan kebahagian hidup. Karena menurut Zakiah Drazat yang menentukan
ketenangan dan kebahagiaan hidup adalah kesehatan mental. orang yang sehat
mentalnya tidak akan lekas putus asa, pesimis atau apatis karena ia dapat menghadapi
semua rintangan atau kegagalan dalam hidup dengan tenang dan wajar serta
menerima kegagalan sebagai pelajaran yang akan membawa kesuksesan nantinya.
Jika
dilihat dari segi hambatannya, TS mengalami peristiwa atrofi yaitu dimana dia merasa merana disebabkan suatu perubahan
penurunan prestasinya. Karena ketidak siapannya menghadapi peristiwa atrofi itu menyebabkan TS terganggu
kesehatan mental/jiwanya.
Sikap
selalu menyalahkan orang lain (mantan kekasihnya) atas semua yang terjadi pada
diri TS sekarang ini merupakan salah satu bentuk escape mecanism yaitu sikap mencari pelarian diri. Dalam pendekatan
psikoanalisis peristiwa ini merupakan bentuk lain dari reaksi emosional
individu terhadap kegagalan dan ketegangan yang disebut dengan proyeksi. Dimana
jika terjadi kecemasan yang ditimbulkan Id dan super ego maka ego berusaha
melemparkan sebab kecemasan kepada objek diluar diri agar ketegangan menjadi
reda.
Belajar
di tengah-tengah keadaan yang tidak ia sukai dan menurutnya tidak sesuai dengan
potensi yang dimilikinya akan tetapi bisa meraih IPK yang lebih dari 3 koma,
bisa diumpamakan seperti cerita populer mengenai seekor
elang yang lahir di komunitas ayam. Karena lahir dan tumbuh di lingkungan itu,
sang elang merasa yakin bahwa dia seekor ayam yang tidak ada bedanya dengan
anak-anak ayam. Ia berkokok dan berjalan layaknya seekor ayam. Tak pernah ia
mengepakkan sayapnya. Takala suatu hari dia melihat elang terbang tinggi dengan
gagahnya, ia hanya bisa ternganga dan berdecak kagum sambil melamun seandainya
ia bisa terbang tinggi seperti elang itu.
Cerita ini hanyalah
simbol dari suatu ketidaksadaran diri, sehingga seseorang tidak dapat
berprestasi sesuai dengan pontensi yang dimilikinya. Oleh karena itu kesadaran
diri atau (self-awareness) di yakini
merupan satu dari sekian kunci keberhasilan hidup.
Begitu
pentingnya kesadaran diri (self-awareness) maka diperlukanlah perubahan-perubahan bagi
individu menuju hal yang lebih baik lagi agar individu sadar akan dirinya,
sadar akan fungsinya dan sadar akan posisinya dalam menjalani kehidupan.
Individu yang memiliki keinginan untuk bergerak dan berubah merupakan salah
satu gambaran manusia yang mobility. Dalam kamus psikologi J.P. Caplin mobility
merupakan kapasitas atau kemauan untuk membuat perubahan cepat pada satu tempat
huni seseorang, dengan implikasi bahwa dengan melakukan perpindahan, seseorang
dapat memperbaiki atau meningkatkan posisinya.
Jadi mobilisasi disini merupakan keinginan atau kemauan individu untuk berubah
dari kondisi yang tidak sadar akan dirinya kepada suatu kondisi tercapainya
kesadaran individu sehingga dapat menjadi manusia yang sehat dan memiliki
kehidupan yang baik dan bermakna.
Untuk
melakukan mobilisasi dalam menumbuhkan kesadaran diri tersebut maka diperlukan
beberapa tahapan, yaitu:
1.
Ready of challange
Yaitu siap untuk
menghadapi tantangan. Maksudnya individu harus siap untuk menghadapi semua
persoalan ataupun masalah yang sedang dan akan dihadapinya. Seperti pengalaman
TS yang belum sadar akan dirinya dikarenakan belum siapnya dia menghadapi
perubahan yang terjadi padanya.
2.
Front of challange
Yaitu menghadapi
tantangan. Setelah siap dengan apapun yang akan terjadi selanjutnya hadapi masalah
itu dengan baik dan tepat. jangan lari dari masalah karena itu akan menimbulkan
masalah baru lagi.
3.
Management of challange
Yaitu
pengelolaan taantangan. Maksudnya untuk mencapai kesadaran diri yang baik maka
individu haruslah bisa mengelola tantangan ataupun masalah yang dialami dengan
baik. dengan memulai menentukan visi ataupun misi dalam hidup. Konsep kesadaran
diri ini harus juga melalui suatu analisa SWOT (strength, weakness,
opportunity, threath atau kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman). Kalau
sudah menggunakan konsep ini kemudian dilakukan action yang merupakan bagian
fungsi dari manajemen planning, organizing, actuating, controlling atau
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol. Jadi kita dituntut
untuk menyetir keadaan bukan disetiri oleh keadaan.
4.
Power full of self
empowerment
Yaitu
memberdayakan diri secara penuh. Setelah mengelola atau memanage masalah dan
rencana tujuan yang akan dilakukan maka manfaatkan dan gunakanlah
potensi-potensi diri yang dimiliki dengan totalitas yang penuh.
Jadi
pada intinya untuk menumbuhkan kesadaran diri (self awarenness) pada diri
setiap manusia maka dibutuhkan mobilisasi dari manusia itu sendiri. Yang harus
dilakukan oleh TS yaitu move on (bergerak) dari pemikiran yang selalu merasa menyesal
dan kecewa serta sikap pasif dan statisnya itu ke arah yang lebih positif lagi
agar hidupnya dinamis dan tercapai kebahagiaan dalam hidupnya.