(Sebuah
studi kasus pada mahasiswa-mahasiswi BKI)
A.
Pendahuluan
Masyarakat atau suatu kelompok
merupakan kumpulan individu-individu yang membentuk sebuah sistem tertentu
untuk berinteraksi satu sama lain. Setiap individu pasti memiliki pendapat,
kepentingan, dan keinginan yang berbeda. Oleh karna itu agar masyarakat atau
suatu kelompok tersebut dapat berjalan dengan teratur maka diperlukannya suatu
sistem aturan yang biasa kita sebut sebagai norma.
Norma dalam suatu
kelompok biasanya mengatur sikap dan prilaku
atau perbuatan anggota kelompok tersebut. Sikap dan tanggapan anggota kelompok
terhadap norma kelompok dapat bermacam-macam. Ada anggota yang tunduk (konform)
pada norma kelompok dengan terpaksa karena ia termasuk dalam kelompok yang
bersangkutan, tetapi ada juga yang tunduk (konform) pada norma kelompok dengan
penuh pengertian dan penuh kesadaran, sehingga norma kelompok dijadikan
normanya sendiri.
Sebagai
contoh kasus mengenai aturan-aturan yang diberlakukan dikelas, baik aturan dari
dosen maupun dari kosma atas kesepakatan bersama. Ada sebagian dari mahasiswa
yang tunduk atau menataati aturan tersebut karena terpaksa tapi ada juga yang
karena kesadaran dan pengertiannya mentaati norma dalam kelompok tersebut.
Sebagai contoh ketika dosen mata kuliah tertentu memberikan aturan terhadap
prilaku berpakaian mahasiswi agaar berpenampilan rapih dan tidak memakai celana
jeans ketat. Adanya aturan tersebut menyebabkan para mahasiswi memakai rok
ketika berada di dalam kelas. Mahasiswi yang terpaksa mentaati aturan biasanya
ketika keluar dari kelas langsung membuka rok-nya dan memakai celana jeans
lagi, sedangkan mahasiswi yang mentaati karena kesadaran dan pengertiannya
tetap memakai rok walaupun di luar kelas. Aturan yang sudah terbentuk tersebut
susah untuk diubah pada waktu itu karena sudah disepakati bersama. Akan tetapi
masih ada juga mahasiswi ataupun mahasiswa yang tidak mematuhi aturan walaupun
aturan tersebut telah di buat. Dari hal tersebut maka dapat dilihat konsep diri
mereka yang konfrom terhadap aturan ataupun yang tidak mematuhi aturan secara
psikologis.
B.
Landasan teori
Norma
adalah kesepakatan bersama. Karenanya
sifat norma adalah subjektif dan dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan kesepakatan itu
sendiri sehingga diperlukan penyesuaian diri dari individu kepada norma yang
berlaku di setiap kelompok (masyarakat) yang akan ditemui atau yang akan masuk
pada anggota masyarakat tersebut. Dalam menyesuaikan diri individu dapat
melakukan konformitas (mematuhi
karena ada tekanan dari kelompok), compliance
(Konfirmasi yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum,
walaupun hatinya tidak setuju), acceptance
(konformitas yang disertai prilaku dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan
sosial). Sejalan dengan pendapat M. Sherif (1937) yang menyatakan bahwa “norma
itu relatif dan subjektif”. Buktinya ketika beberapa orang di tempatkan di
ruang gelap gulita dan hanya ada satu titik lampu yang menyala sejauh 5 meter,
dan ketika itu titik lampu di matikan maka persepsi orang mengenai jarak
bergerak titik lampu itu bisa dikatakan sama karena adanya kesepakatan. Maka
dapat disimpulkan bahwa kelompok cenderung menyepakati sesuatu dan cenderung
bertahan pada kesepakatan itu walaupun kesepakatan itu tidak benar sama sekali.
Konformitas
merupakan prilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh kegiatan sendiri. Dasar utama dari konformitas adalah ketika
individu melakukan aktivitas dimana terdapat tendensi yang kuat untuk melakukan
sesuatu yang sama dengan yang lainnya, walaupun tindakan tersebut merupakan
cara-cara yang menyimpang. Individu yang mempunyai tingkat konformitas tinggi
akan lebih banyak tergantung pada aturan dan norma yang berlaku dalam
kelompoknya, sehingga individu cenderung mengatribusikan setiap aktivitasnya
sebagai usaha kelompok, bukan usahanya sendiri (Monks dkk, 2004, h.283).
Menurut Deutsch & Gerrad (1955) ada dua penyebab mengapa orang berprilaku
konform: 1) Pengaruh norma, yaitu disebabkan oleh keinginan untuk memenuhi
harapan orang lain sehingga dapat lebih diterima oleh orang lain; 2) Pengaruh
informasi, yaitu karena adanya bukti-bukti dan informasi-informasi mengenai
realitas yang diberikan oleh orang lain yang dapat diterimanya atau tidak dapat
dielakan lagi.
Tidak
semua orang mempunyai tingkat konformitas yang sama. Wanita biasanya lebih
mudah konform daripada pria, penyebabnya dimungkinkan karena: 1) kepribadian
wanita lebih flexibel; 2) status wanita lebih terbatas sehingga mereka tidak
mempunyai banyak pilihan, kecuali menyesuaikan diri pada situasi. Tipe
kepribadian ada pengaruhnya pada prilaku konform karena tipe kepribadian
menentukan bagaimana pola reaksi atau prilaku seseorang dalam menghadapi
jenis-jenis situasi tertentu.
Ada
dua faktor yang menyebabkan individu tidak mau konform/patuh atau menolak
tekanan sosial: 1) Jika ia merasa kebebasan atau hak-hak pribadinya terancam.
Dalam keadaan ini ia akan melakukan perlawanan. Semakin besar tekanan sosial
semakin kuat perlawanannya; 2) Setiap orang ingin tampil unik.
Dalam
psikoanalisa, norma dapat mempengaruhi kepribadian atau behaviour (tingkah
laku) seseorang. Ada dua macam reaksi terhadap pelanggaran norma, yaitu (1)
rasa malu (shame) dan (2) rasa bersalah (guilt). Ciri-ciri orang yang malu jika
melanggar norma adalah: 1) lebih cepat marah, tersinggung, curiga; 2) cenderung
menyalahkan orang lain; 3) menyatakan kebencian secara tidak langsung; 4) lebih
memperhatikan diri sendiri daripada orang lain. Dipihak lain, ciri-ciri orang
dengan reaksi rasa bersalah jika melanggar norma adalah: 1) menyalahkan diri
sendiri; 2) marah pada diri sendiri; 3) benci pada diri sendiri; 4) lebih
berempati kepada orang lain dan kurang mementingkan diri sendiri.
C.
Hasil
analisis
Dari
contoh kasus diatas maka dapat di analisis mengenai prilaku individu akan
konformitasnya dalam norma kelompok. Sungguh jelas bahwa norma itu terbentuk
dari kesepakatan dan sifatnya relatif. Maksud relatif disana yaitu dapat
disesuaikan dengan kondisi kelompok tersebut. Dari kasus tersebut, aturan untuk
berpakaian rapih dari dosen sudah disepakati oleh bersama sehingga semua
mahasiswi ataupun mahasiswa harus mentaati aturan tersebut jika ingin tetap berada
dalam kelompok dan diakui oleh keloompok tersebut. Akan tetapi aturan ini bisa
tidak tetap sifatnya. Karena jika dosen tersebut tidak mengajar lagi di kelas
maka bisa saja para mahasiswa kembali bebas tidak terkekang oleh aturan
tersebut. Dalam kondisi seperti itu, dapat dikatakan bahwa motivasi untuk
menuruti aturan kelompok cukup tinggi pada individu, karena menganggap aturan
kelompok adalah yang paling benar serta ditandai dengan berbagai usaha yang
dilakukan remaja agar diterima dan diakui keberadaannya dalam kelompok.
Dilihat
dari prilaku penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswi, individu yang
mentaati aturan karena terpaksa bearti individu tersebut melakukan penyesuaian
diri dengan compliance, mereka tetap
memakai rok di hadapan umum walaupun sebenarnya dalam hati mereka tidak mau dan
tidak nyaman. Sedangkan individu yang mentaati aturan karena kesadaran diri dan
pengertiannya bearti individu tersebut melakukan penyesuaian diri dengan acceptance, menerima aturan sehingga
prilaku mereka sesuai dengan tatanan sosial. Penyesuaian diri tersebut penting
bagi individu karena Penyesuaian diri merupakan suatu proses alamiah dan
dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang
lebih sesuai dengan kondisi lingkingannya atau proses bagaimana individu
mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungannya
yang dalam prosesnya yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan
individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi
dan konflik secara sukses serta menghasilkan hbungan yang harmonis antara
kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup (Ali,
M. & Asrori, M. 2005).
Menurut
Deutsch & Gerrad (1955) ada dua penyebab mengapa mahasiswi ataupun
mahasiswa berprilaku konform (mematuhi aturan baik terpaksa atupun tidak). Pertama, Pengaruh norma, yaitu
disebabkan oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain sehingga dapat
lebih diterima oleh orang lain. Kedua,
Pengaruh informasi, yaitu karena adanya bukti-bukti dan informasi-informasi
mengenai realitas yang diberikan oleh orang lain yang dapat diterimanya atau
tidak dapat dielakan lagi. Dilihat dari prilaku mahasiswi atupun mahasiswa
ternyata tingkat konformitas seseorang tidak sama, mahasiswi lebih cenderung
konform daripada mahasiswa, karena masih ada juga mahasiswa yang tidak
berpakaian rapi misalnya dengan memakai kaos oblong ketika di kelas. Itu
mungkin saja dikarenakan karena wanita lebih flexsibel dan tipe kepribadian
mereka berbeda. Dan ketidak patuhannya terhadap aturan juga bisa dikarenakan
mereka merasa kebebasan atau hak-hak pribadinya terancam. Dalam keadaan ini ia
akan melakukan perlawanan. Semakin besar tekanan sosial semakin kuat perlawanannya.
Selain itu, setiap orang ingin tampil unik sehingga mereka ingin menampakan apa
yang ada dalam dirinya walaupun itu tidak sesuai dengan norma kelompok
tersebut.
Mereka
(para mahasiswa) yang tidak mematuhi aturan cenderung menyalahkan orang lain
ataupun keadaan, menyatakan kebencian secara tidak langsung terhadap dosen yang
membuat aturan dan lebih memperhatikan diri sendiri daripada orang lain. Reaksi
tersebut dikarenakan rasa malu (shame)
karena telah melanggar norma. Prilaku individu yang cenderung menyalahkan orang
lain ataupun keadaan dalam psikologi disebut sebagai proyeksi, yaitu
mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada
orang lain. Lebih singkatnya menyalahkan orang lain untuk menutupi
kesalahannya.
D.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan
positif antara tingkah laku dengan konformitas dalam norma kelompok. Jika norma
kelompok itu positif maka akan mempengaruhi prilaku individu menuju arah yang
positif juga, akan tetappi kebalikannya jika norma dalam kelompok itu bersifat
negatif maka akan mempengaruhi prilaku individu yang menyimpang dan tidak
sesuai dengan tatanan sosial.
Prilaku
konformitas individu itu tidak sama tingkatannya karena dipengaruhi oleh faktor
emosional dan tipe kepribadian individu tersebut. tipe kepribadian menentukan
bagaimana pola reaksi atau prilaku seseorang dalam menghadapi jenis-jenis
situasi tertentu.
E.
Referensi
Ali,
M. & Asrori, M. Psikologi
remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi. 2005
Gerald
Corey. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT
Refika Aditama. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar